Rabu, 23 Desember 2009

CARA GILA JADI PENGUSAHA 5


Otak emosional kita akan menunjukkan pada arah yang tepat. Maka, adalah

tindakan yang tepat, jika mulai sekarang kita bisa mengatur emosi kita

sendiri.

Dalam konteks ini menurut pakar manajemen, Dr. Patricia Patton

mengatakan bahwa untuk mengatur emosi, kita bisa melakukan dengan cara

belajar, yaitu:

1. Belajar mengidentifikasi apa biasanya yang memicu emosi kita dan

respon apa yang kita berikan.

2. Belajar dari kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita

yang dapat memberikan pengaruh pada diri kita.

3. Belajar selalu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan kita.

4. Belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara

maksimal untuk menyelesaikan masalah.

5. Belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.

Saya sendiri juga merasakan, bahwa dampak positif dari terciptanya

keselarasan kedua otak itu juga akan memunculkan tindakan-tindakan

produktif, membuat kita semakin mantap dalam berbisnis, dan pada akhirnya

akan berdampak positif bagi kemajuan bisnis kita.

Singkatnya, keselarasan itu sangat berkaitan dengan pemberdayaan diri kita.

Dimana, kita mesti bisa mengontrol diri, dan menggunakan akal sehat. Dan,

tentu saja, keselarasan itu tidak akan terwujud kalau kita masih juga

memegang teguh sifat mementingkan diri sendiri. Sehingga, seorang

wirausahawan yang bisa menyelaraskan otak berpikir dan otak emosionalnya,

akan sangat mungkin lebih berhasil dalam bisnisnya.

Boleh jadi peluang menjadi wirausahawan yang kompeten, bernilai,

profisional, dan bahagia akan lebih bisa dicapai. Meski tak mudah kita

menyelaraskan kedua otak tersebut, tapi saya yakin, kita harus berani

mencobanya.

Otak Kanan Itu Semakin Penting

“Sudah saatnya kita mengandalkan otak kanan, meski

sebelumnya guru kita lebih banyak mengajarkan otak kiri”.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

35

Otak kanan memang makin menjadi penting saat ini. Bukan karena kita

“sirik” dengan otak kiri, tetapi karena betul-betul dirasakan kebutuhannya,

khususnya oleh entrepreneur. Terlebih lagi, karena dalam ilmu manajemen

yang selama ini ada, yang lebih didasarkan logika dan rasional, ternyata tidak

selamanya mampu mengatasi Setiap persoalan binis.

Dan, mengapa harus otak kanan ?

Oleh karena, di otak kanan sarat dengan hal-hal yang sifatnya :

• eksperimental

• divergen

• bukan penilaian

• metaforilal

• subyektif

• non verbal

• intuitif

• diffuse

• holistik, dan

• reseptif.

Sementara kita sadar, bahwa otak kiri cenderung bersikap :

• obyektif

• presisi

• aktif

• logikal

• verbal

• penilaian

• linier

• konvergen

• numerikal

Padahal, jika kita mampu memberdayakan otak kanan, maka ada

kecendrungan akan mampu menyelesaikan setiap masalah dalam bisnis, bila

dibandingkan kalau kita dengan hanya mengandalkan otak kiri.

Dengan kita mampu memberdayakan otak kanan, maka setiap memecahkan

persoalan dalam bisnis, kita pun akan dapat melihat secara keseluruhan, dan

kemudian memecahkan berdasarkan firasat, dugaan, atau intuisi.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

36

Intuisi ini adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi

yang tidak dapat diterima oleh kelima indera kita.

Tampaknya ada yang khawatir dengan intuisi, karena mereka pikir intuisi bisa

menghalangi pemikiran rasional. Sebenarnya intuisi justru berdasarkan pada

pemikiran yang rasional dan tidak dapat berfungsi tanpanya.

Robert Bernstrin, mengatakan, bahwa hanya intuisi yang dapat melindungi

kita dari orang-orang paling berbahaya, orang-orang yang tidak mampu

bekerja dan cuma pinter ngomong.

Lalu ? Seorang entrepreneur yang mampu memberdayakan otak kanannya,

biasanya juga cenderung memilih manajemen yang berstruktur luwes dan

spontan, serta pada struktur yang sifatnya sama.

Lain halnya bila dia lebih mengandalkan otak kirinya. Maka ia akan lebih

cenderung pada struktur hirarki dan pada kondisi manajemen yang

berstruktur. Mengandalkan otak kiri juga cenderung membuat penyelesaian

masalah dipecahkan satu per satu berdasarkan logika.

Kenyataan ini pernah kita alami saat studi dulu. Kita lebih banyak diajarkan

atau dilatih oleh guru kita untuk selalu berpikir dengan otak kiri. Misalnya kita

selalu dituntut berpikiran logis, analistik, dan berdasarkan pemikiran edukatif.

Padahal hal tersebut ada kelemahannya. Kita tak dapat menggunakannya,

bila data tak tersedia, data tak lengkap, atau sukar diperoleh data.

Maka, jika kita termasuk kategori otak kiri dan tidak melakukan upaya

tertentu untuk memasukkan beberapa aktivitas otak kanan, maka akan

menimbulkan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan tersebut dapat

mengakibatkan kesehatan mental dan fisik yang buruk, seperti mudah stres,

mudah putus asa atau patah semangat.

Tapi dengan kita mampu memberdayakan otak kanan kita, maka kita juga

akan lebih intuitif dalam menghadapi setiap masalah yang muncul. Tentu

saja hal tersebut berbeda dengan mereka yang hanya mengandalkan otak

kiri, yang cenderung bersifat analistis.

Yang jelas, kedua belahan otak tersebut sama pentingnya. Jika kita mampu

memanfaatkan kedua otak ini, maka kita akan cenderung “seimbang” dalam

setiap aspek kehidupan, termasuk urusan bisnis.

Bagaimana kalau kenyataannya dalam bisnis kita sehari-hari, kerap kali masih CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

37

diharuskan untuk memutuskan, memilih, dan mengambil keputusan, dari

beberapa alternatif yang faktor-faktornya tidak diketahui ? Tentu saja, jika

proses berpikir kita masih dominan ke otak kiri cenderung bersifat logis,

linier, dan rasional, tentu kita menyodorkan berpuluh-puluh pilihan.

Sebaliknya jika proses berpikir kita dominan ke otak kanan yang cenderung

acak, tidak teratur, dan intuitif, saya yakin kita dengan antusias yang kuat

akan memilih satu pilihan dan berhasil. Maka, tak ada salahnya jika kita mau

memberdayakan otak kanan.

Pengusaha “Climber”

“Jika bisnis kita ingin tetap eksis, maka tak ada salahnya kalau

kita menjadi pengusaha “Climber”.

Sungguh saya sempat tertegun, ketika membaca pidato pengukuhan Prof

Dr. dr. Hari K. Lasmono, MS, Guru Besar Ilmu psikologi Fakultas Psikologi

Universitas Surabaya beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan, bahwa untuk

kita bisa sukses dalam bisnis maupun karir, tak cukup hanya mengandalkan

IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Tapi juga AQ

(Adversity Quotient).

Mengapa AQ penting ?

Menurut pakar SDM Paul G. Stoltz, Phd, AQ merupakan perpaduan

antara IQ dan EQ. Jadi AQ bisa saja kita artikan sebagai kehandalan

mental.

Sementara, Daniel Goleman pernah mengatakan, banyak pengusaha ber-

IQ tinggi, namun usahanya cepat jatuh. Sedang, yang ber-IQ biasa-biasa

saja justru berkembang.

Lantas, ia mengenalkan kecerdasan Emosi (EQ). Dimana EQ merefleksikan

kemampuan kita berempati pada orang lain, mengontrol kemauan hati, dan

kesadaran diri. Sehingga Goleman yakin EQ lebih penting dari IQ. Tapi

kenyataannya, seperti IQ, tak semua orang mengambil keuntungan dari EQ.

Karena, kurangnya ukuran valid dan metode definitif untuk mempelajarinya,

membuat EQ sukar dipahami. Bahkan, beberapa orang ber-IQ tinggi dan

punya semua aspek EQ, ternyata akan jatuh pula.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

38

Itu sebabnya mengapa Stoltz berani mengatakan, bahwa IQ dan EQ tidak

menentukan kesuksesan seseorang, meskipun keduanya memainkan

peranannya.

Lalu, mengapa pengusaha bisa bertahan, meski di saat krisis ekonomi

sekalipun, sedang pengusaha lain yang rata-rata pintar menyerah akibat

badai krisis ?

AQ itulah kuncinya. Untuk memahami AQ, kita menggambarkannya dengan

pendaki gunung. Ada 3 kategori Pengusaha :

1. “Climber”.

Tipe orang ini, akan terus mendaki sampai puncak tanpa

mempertimbangkan lebih jauh keuntungan atau kerugian,

ketidakberuntungan atau keberuntungan. Tipe pengusaha “Climber”

ini, juga cenderungtak pernah mempermasalahkan usia, gender, ras,

ketidakmampuan fisik atau mental, atau berbagai rintangan lain untuk

mencapai puncak kesuksesannya.

2. “Camper”.

Dia mengkompromikan hidupnya. Dia bekerja keras tapi hanya

sebatas yang mampu dia lakukan. Sebenarnya kesuksesan bisa diraih

lebih baik lagi, tapi dia cenderung untuk tidak mau mencapainya. Dia

sudah cukup puas dengan apa yang sudah diraihnya.

3. “Quitter”

Dia juga mengkompromikan hidupnya, namun tidak berusaha sekeras

“Camper”. Dia lebih memilih bisnis yang mudah, tanpa gejolak. Tapi,

jika dalam bisnis menghadapi kesukaran, ia cenderung lebih mudah

terkena depresi, atau frustasi. Pendeknya, disadari atau tidak,

pengusaha “Quitter” lebih memilih melarikan diri dari pendakiannya.

Padahal, sebetulnya dia punya potensi untuk mencapai sukses.

Dengan melihat 3 tipe pengusaha di atas, jika kita ingin eksis sebagai

pengusaha, maka sebaiknya kita harus berusaha menjadi pengusaha

“Climber”, dan bukan “Camper” maupun “Quitter” . Sebab, hanya tipe

“Climber” yang benar-benar bisa mengisi hidupnya. sebab, mereka

mempunyai perasaan yang kuat mencapai tujuan dan semangat untuk

melakukannya. Baginya, tak ada kata menyerah dalam kamusnya. Dia punya CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

39

kebijaksanaan dan kedewasaan untuk memahami kapan harus maju dan

kapan harus mundur.

Namun demikian, “Climber” itu juga manusia. Kadang mereka punya

keraguan, kesepian dan pertanyaan dalam perjuangannya. Karena itu, tak

mengherankan terkadang pengusaha tipe “Climber” bergabung juga dengan

“camper” untuk merenung kembali, mengisi ulang energi untuk berjuang lagi.

Sedangkan pengusaha tipe “Quitter” memilih untuk tidak melakukan apa-apa.

Nah, bagaimana Anda sendiri, mau pilih tipe yang mana ?

“Ngundung”, Mengapa Tidak?

“Dalam setiap kita menggeluti bisnis apapun, kecerdasan

spiritual juga perlu kitamiliki, selain IQ, EQ, dan AQ. Sebab,

kecerdasan spiritual akan membuat kita berani“ngudung”.

Rupanya kita tak cukup hanya berbekal kecerdasan intelektual (IQ) dan

kecerdasan emosional (EQ), untuk bisa meraih sukses, baik dalam bisnis

maupun karier. Kita juga harus punya kecerdasan adversity (AQ). Sebab, hal

itu akan memungkinkan kita lebih mampu mengatasi tantangan dalam bisnis,

sekalipun itu perlu banyak energi, dedikasi dan pengorbanan.

Sejalan dengan perkembangan bisnis ini sendiri, ternyata belakangan ini

bergulir pendapat yang menyatakan, kesuksesan karier maupun bisnis itu,

masih perlu lagi dilengkapi dengan kecerdasan spiritual atau spiritual

intelligence (SQ).

Mengapa demikian? Karena, di dalam kecerdasan spiritual inilah terkandung

banyak aspek, seperti aspek keberanian, optimisme, kreatifitas, fleksibel, dan

visioner.

Dengan kita juga memiliki kecerdasan spiritual, maka kita cenderung lebih

berani “ngudung” ( Bahasa Jawa : berjalan dengan keteguhan hati)

dalam setiap menggeluti bisnis apapun. Kita juga tidak mudah ragu pada

setiap keputusan bisnis yang kita buat.

Bahkan, bahwa jika kita ingin sebagai pengusaha sekaligus pemimpin, maka

seharusnya memang memiliki kecerdasan spiritual yang baik.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

40

Berani “ngudung”, yang saya maksudkan di atas, bisa mengandung

pengertian bahwa beraninya itu karena kita punya kecerdasan spiritual.

Sementara, “ngudung”-nya, karena kita memiliki kecerdasan adversity (AQ).

Dengan begitu, kita akan lebih berani jalan terus. Tidak mudah terombang-

ambing oleh isu-isu negatif di kanan-kiri. Sehingga, dapat disimpulkan :

berani “ngudung” itu merupakan gabungan antara aspek kecerdasan

adversity dan kecerdasan spiritual.

Hal itu akan membuat kita semakin bersemangat di dalam berbisnis. Tidak

ada kata yang lebih tepat, kecuali: “Saya akan melangkah terus ke depan.”

Dengankita berani “ngudung” akan membuat kita tidak mudah menyerah.

Karena kita telah percaya atas diri kita sendiri dan tidak terlalu ambil pusing

pendapat orang lain pada bisnis yang kita pilih dan jalani.

Dengan berani “ngudung” akan membuat kita kreatif, dan tidak takut gagal.

Bahkan, kita rela mencoba lagi dan pantang putus asa. Pokoknya, “ngudung

“jalan terus. Dengan begitu, kita akan memiliki daya lentur. Bahkan,

terkadang kita tidak melihat kegagalan sebagai kegagalan, tapi hanya kita

anggap sekadar rintangan kecil yang tak mengenakkan kita di dalam meraih

sukses bisnis.

Untuk mewujudkan keberanian “ngudung “ itu, kita sebaiknya mau

melakukan pendekatan spritual. Di sinilah ada suara hati yang merupakan

kebenaran sejati. Sehingga, kalau hati nurani kita benar-benar ingin

melakukan sesuatu, maka kita pun harus yakin, bahwa bisnis yang akan dan

sedang kita jalankan saat ini, bukanlah untuk menipu.

Bisnis yang kita jalankan, sebenarnya juga bukanlah hanya sekadar untuk

kepentingan diri sendiri, tapi juga punya makna sosial karena pekerjaan

bisnis kita begitu banyak menyejahterakan orang lain.

Entrepreneur Kreatif

“Kalau, anda berani tampil beda, itu berarti Anda memiliki

jiwa entrepreneur”.

Dunia entrepreneur merupakan dunia tersendiri yang unik. Itu sebabnya,

mengapa entrepreneur atau wirausahawan dituntut selalu kreatif setiap

waktu. Dengan kreativitasnya, tidak mustahil akan terbukti bahwa ia betul-

betul memiliki citra kemandirian yang memukau banyak orang karena

mengaguminya, dan selanjutnya akan mengikutinya. CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

41

Memang, kita akui bahwa menjadi entrepreneur kreatif di saat krisis ekonomi

merupakan suatu tantangan yang sangat berat. Digambarkan, seseorang

yang akan terjun menjadi entrepreneur kreatif, ia harus bekerja 24 jam

sehari, dan 7 hari dalam seminggu.

Hal semacam itu masih harus ia lakukan paling sedikit untuk kurun waktu

kurang lebih 2 tahun pertama. Berjuang tanpa henti dengan berbagai

tekanan fisik maupun psikis.

Apalagi dalam melakukan bisnis modern, tidak mungkin dapat hidup dan

berkembang tanpa kemampuan menciptakan sesuatu yang baru pada setiap

harinya. Walaupun itu hanya merupakan gabungan dari berbagai unsur yang

telah ada, ke dalam bentuk baru yang berbeda. Dari kreativitas akan muncul

barang, jasa atau ide baru sebagai inovasi baru, untuk memenuhi kebutuhan

pasar yang terus berkembang. Dan dari kreativitas itu pula akan muncul

cara-cara baru - mekanisme kerja atau operasi kerja - untuk meningkatkan

efisiensi dan produktivitas.

Pada dasarnya, kita semua kreatif. Tentu saja, dengan kualitas dan kuantitas

yang berbeda-beda. Menurut Raudsepp, seorang peneliti dari Princeton

Research Inc, mengatakan bahwa kemampuan kreatif itu terdistribusi hampir

secara universal kepada seluruh umat di muka bumi ini.

Kreativitas bak sebuah sumber mata air, yang tentunya jangan sampai kita

biarkan sumber mata air itu mengering. Kita harus tetap belajar dan

menggali terus kreativitas tersebut.

Oleh karena itu, jika Anda termasuk dalam golongan orang yang selalu ingin

tahu, kemudian dapat melihat suatu peristiwa dan pengalaman untuk

dijadikan sebuah peluang, dimana orang lain tidak melihatnya, kemudian

memiliki keberanian berpikir kreatif dan inovatif, maka saya rasa lebih baik

bersiaplah anda untuk menjadi entrepreneur.

Itu sebabnya, mengapa ada yang menyebut wirausahawan itu sama dengan

‘orang aneh’. Namun, kita jangan berprasangka buruk dengan perkataan

tersebut. Sebab, di balik kata itu tersembunyi kekuatan yang dimiliki seorang

entrepreneur dari kebanyakan orang.

Banyak contoh yang dapat memberikan gambaran kepada kita, bahwa tidak

ada sesuatu yang tidak mungkin dilakukan wirausahawan. Keluarkan semua

ide atau gagasan Anda. Anda tidak perlu takut diremehkan atau dihina orang

lain. CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

42

“Ide gila” yang Anda sampaikan itu boleh jadi suatu waktu akan mengundang

kekaguman banyak orang. Orang lain akan gigi jari ketika melihat

keberhasilan Anda, dan mungkin saja mereka akan berguman: “Mengapa hal

seperti itu dulunya tidak terpikirkan oleh saya?”

Kalau Anda berani tampil beda. Itu berarti, Anda akan memiliki jiwa

entrepreneur. Saya setuju pendapat yang mengatakan, bahwa keberhasilan

entrepreneur itu diibaratkan seperti kesabaran dan ketenangan seorang aktor

akrobatik dalam meniti tambang tipis hingga sampai ke tujuan, ia bukannya

menghabiskan waktu dengan perasaan khawatir, tapi konsentrasinya tertuju

pada tujuannya.

Dan, yang lebih penting bagi kita adalah sebaiknya kita jangan malu akan

kesalahan yang kita buat. Seorang entrepreneur memang tidak menyukai

kesalahan, tapi ia tetap akan menerimanya sepanjang hal itu dapat

memberikan pelajaran berharga.

Ia harus mampu meloloskan diri dari situasi-situasi yang hampir tidak

mungkin diatasi. Sebab dalam era global sekarang ini, kegiatan usaha yang

kita jalankan hamper 90 % justru tidak sesuai rencana. Karena itu, kita harus

luwes dengan rencana yang telah kita buat. Bisa berpindah dari satu rencana

ke rencana lainnya. Seorang entrepreneur juga tidak boleh gampang

berputus asa. Ia harus yakin dengan kreativitasnya, pasti ada jalan yang

tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Motivasi di Tengah Kekacauan

“Suka atau tidak suka, kita harus berani, berakrab-akrab

dengan kekacauan”.

Perubahan serba cepat dan kacau sungguh kita rasakan sekarang ini, dan

kita melihatnya, bahwa perubahan tersebut hampir terjadi dari segala aspek.

Sebagai manajer maupun entrepreneur, kita akhirnya tidak hanya sekedar

pandai menendang bola saja, yang bisa diposisikan seperti apa pun

sekehendak kita dengan begitu mudah. Namun kita juga harus bisa seperti

menendang kucing. Sedang kucing itu dapat meloncat dan lari.

Sehingga, tidak mengherankan kalau lantas ilmu manajemen yang masih

aktual pun tidak mampu lagi mengatasi kekacauan tersebut. Kekacauan itu

berarti banyaknya ketidakpastian. Hari ini tidak ada hubungannya dengan

hari kemarin. Hari depan menjadi tidak pasti, tidak bisa diramalkan. CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

43

Kondisi semacam ini menjadikan kita hidup dalam era lonjakan kurva, tidak

linear dan tidak-karuan. Sehingga, pengetahuan dan juga pengalaman

akhirnya tidak dapat menjamin keberhasilan bisnis kita di masa depan.

Kalau sudah begitu keadaannya, saya berani mengatakan, bahwa kita tidak

perlu lagi menghafal ilmu-ilmu manajemen yang hanya sekadar teoritis. Kita

justru harus lebih kreatif bertanya. Karena bertanya itu tidak akan pernah

usang. Sementara, yang namanya sebuah jawaban pengetahuan itu mudah

ketinggalan zaman.

Begitu juga pengalaman. Keadaan yang serba cepat dan kacau itu akhirnya

membuat pengalaman itu bukan lagi menjadi guru yang baik. Padahal,

selama ini kita lebih percaya pada mitos, bahwa pengalaman adalah guru

yang terbaik. Oleh karena itu, dalam kondisi semacam ini, bagaimana kalau

kita bebas saja dari ilmu pengetahuan dan pengalaman. Mungkin saja, ide

saya ini anda anggap aneh. Tapi itulah yang namanya entrepreneur identik

dengan orang aneh.

Tom Peter, mengatakan bahwa perubahan serba cepat dan kacau itu

pertanda zaman edan. Sehingga di era global sekarang ini, suka atau tidak

suka, kita harus berani berakrab-akraban dengan kekacauan. Apalagi kita

juga sedang menuju millenium ketiga.

Sebab tidak mustahil, pendekatan yang tidak sistematis atau tidak akademis,

justru yang nantinya bisa menyelesaikan kekacauan. Contohnya, Lembah

Silikon di Amerika Serikat. Dahulu kawasan itu berkembang pesat dan

sangat membanggakan banyak orang. Hal itu karena, Lembah Silikon telah

menjadi besi sembrani yang menarik begitu banyak perusahaan yang

berkecimpung dalam bisnis komputer dan elektronik.

Tapi sekarang yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak perusahaan di sana

menjadi bangkrut. Lembah ini berubah menjadi kuburan massal perusahaan

besar. Kejadian tragis ini ternyata juga dialami oleh negara kita. Dulu, banyak

pengusaha dan bank yang sangat berjaya, kini pada kelimpungan dan

akhirnya bangkrut.

Sementara itu, dengan semakin banyak belajar ilmu manajemen, kerap kali

membuat kita justru semakin bertindak hati-hati dalam segala urusan bisnis.

Kita tidak punya keberanian untuk bertindak. Dalam pikiran kita yang ada

hanyalah ketakutan dan ketakutan. Kalau sudah begitu, mana mungkin kita

punya semangat kerja yang tinggi dan kompetitif.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

44

Pengalaman bisnis pun juga semakin sulit diterapkan, bahkan kerap kali tidak

jalan lagi. Perubahan serba cepat dan kacau itu membuat kita sadar, bahwa

saat sekarang ini bukan lagi kita hanya bermodalkan pengetahuan yang sarat

dengan teori semata.

Tetapi, saat ini justru dibutuhkan orang yang buta teori atau jauh dari mental

sekolahan. Nyatanya, orang yang jauh dari mental sekolahan itulah yang

justru bisa meraih sukses. Hal itu karena, mereka tidak hanya sematamata

mengandalkan pada teori, namun mereka lebih mementingkan ketangguhan,

keuletan dan tahan banting. Sehingga, semua perubahan yang serba kacau

dan cepat justru dianggapnya sebagai tantangan.

Tantangan itulah yang dapat membangkitkan motivasinya.

Optimisme Entrepreneur

“Sesungguhnya keberanian seorang entrepreneur dalam

menggeluti bisnisnya, terletak pada optimismenya”

Dalam situasi ekonomi sesulit apapun, seorang entrepreneur atau

wirausahawan harus tetap optimis dalam menggeluti bisnisnya. Sebab,

sesungguhnya keberanian seorang entrepreneur dalam menggeluti bisnisnya

adalah terletak pada optimisme. Dengan tetap optimis, kita akan tetap

termotivasi dan cemerlang dalam memanfaatkan setiap peluang bisnis.

Bukan sebaliknya, pesimis. Sebab, sikap pesimis itu akan membuat semangat

berwirausaha kita menjadi runtuh. Hal semacam itu jelas kalau bakal

merugikan kita. Wajar manakala dalam mengeluti bisnis kita, ada saja

masalah yang timbul pada setiap harinya. Tinggal bagaimana sikap kita

masing-masing.

Bila kita menghadapinya tidak dengan pikiran yang segar, dengan tidak

optimis, maka tentu saja kita akan dihadapkan pada situasi pikiran yang

rumit, terlalu tegang dan akhirnya bisa stres sendiri. Bahkan, ide atau

gagasan kita yang cemerlang tiba-tiba berhenti, dan pada akhirnya merembet

pada sikap kurang percaya diri. Sehingga dalam setiap kita melakukan

negoisasi bisnis akan selalu grogi.

Tetapi coba bandingkan, bila kita tetap punya optimisme yang tinggi. meski

diterpa “angin keras” apa pun kita tetap optimis, baik dalam bisnis maupun

kehidupan sehari-hari, maka kita akan menjadi seorang yang selalu optimis CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

45

dalam mengarungi masa depan. Kita pun menjadi tidak mudah terkejut oleh

berbagai kesulitan apapun juga. Bahkan kita akan tertantang dan selalu

berusaha mencari jalan pemecahannya yang terbaik.

Dengan pemikiran yang optimis itu, kita juga akan lebih bisa menggunakan

imajinasi untuk meraih kesuksesan atau keberhasilan. Dengan demikian,

optimisme akan meningkatkan kekuatan atau kemampuan kita dalam

berusaha dan akan menghentikan alur pemikiran yang negatif. Namun kalau

kita cenderung suka berpikir negatif, maka pasti akan memenuhi banyak

kesukaran.

Justru dengan optimisme, kita selalu akan terdorong untuk berpikir positif.

Berpikir positif adalah suatu cara yang terbaik untuk mempromosikan percaya

diri, dan menghimpun energi positif. Sebab pikiran kita merupakan sumber-

sumber ide atau gagasan yang paling berharga jika kita mau berpikir secara

positif. Itu sebabnya, mengapa sikap mental positif (positive mental attitude)

seorang entrepreneur itu menjadi penting.

Saya Dicap “Orang Gila”

“Entrepreneur itu pemberani, meski belum tentu pandai. Orang

pandai itu justru belum tentu berani melakukan bisnis”.

Dalam acara pemberian penghargaan terhadap Lembaga Bimbingan Belajar

Primagama oleh Museum Rekor Indonesia (MURI), saya benar-benar

“digarap” oleh rekan saya yang juga Direktur MURI, Jaya Suprana.

Dalam acara yang diselenggarakan pada hari Jumat 2 Juli 1999 yang lalu,

saya dicap sebagai “orang gila” oleh Jaya Suprana. “Betapa tidak”, kata Pak

Jaya, “Usaha yang dibuka Pak Purdi saya nilai sebagai usaha edan-edanan”.

Pak Purdi memang demikian “gila” berani membuka usaha yang saya nilai

sebagai industri bimbingan belajar terbesar di Indonesia”, tutur pakar

kelirumologi tersebut.

Lebih lanjut dikatakan “Karena itulah, saya rela menyerahkan sendiri sertifikat

MURI ini kepada pak Purdi. Padahal, saya sebenarnya sudah janjian dengan

Presiden Habibie. Tapi karena ada acara ini, acara di Bina Graha saya

batalkan,” demikian kelakar Boss Jamu Jago itu.

Yah begirulah Pak Jaya. Bahkan, saya juga dibilang “gila” , karena begitu

cepat dalam mengembangkan bisnis pendidikan ini. Dan memang, pada usia CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

46

18 tahun pada 10 Maret 2000 yang lalu, Primagama telah berkembang lagi,

dengan memiliki 181 cabang di 96 kota yang tersebar di 16 propinsi.

“Saya salut sama Pak Purdi. Sebagai seorang wirausahawan, ia selalu

melakukan hal-hal yang tidak rasional dan terlalu berani. Tidak punya modal

cukup, berani buka usaha. Terlalu optimis terhadap ide-ide rencana

usahanya, dan mengambil risiko adalah pekerjaan biasa,” demikian kata Pak

Jaya lagi dalam kesempatan pidatonya.

Entrepreneur lain yang disebut Pak Jaya adalah Tirto Utomo, yang rupanya

lebih gila lagi. Tirto Utomo bisa menjual air (aqua) lebih mahal dari bensin.

Dan bisnis Tirto pun saat ini juga berkembang sangat pesat.

Jaya Suprana mengatakan begitu, karena memang faktanya demikian.

Banyak usaha yang dimulai dari ide-ide gila, dan keberanian yang luar biasa.

Bagi orang awam, perilaku wirausaha memang terasa aneh dan sulit dicerna.

Tetapi bila dilihat dari sisi motivasi, mereka memang orang-orang yang

memiliki motivasi yang tinggi (high achiever) dalam meraih sesuatu. Tak

lekang karena panas, tak lapuk karena “hujatan”. Padahal, belum tentu

memiliki kepandaian dan ketrampilan yang memadai untuk memulai

usahanya.

Entrepreneur itu adalah pemberani, walaupun belum tentu ia orang pandai.

Orang pandai justru belum tentu berani. Hal ini mungkin karena terlalu

berhitung. Banyak wirausaha yang lahir bukan karena pandai, tetapi karena

berani. Berani memulai usahanya. Berani meraih peluang. Tidak pernah

takut.

Menurut Marianne Williamson, ketakutan kita yang paling mendalam

bukan karena kurang memadai. Ketakutan yang paling mendalam adalah

karena kita terlalu kuat.

Sisi terang, bukan sisi gelap yang membuat kita takut. Dari kalimat tersebut

dapatlah diambil kesimpulan, bahwa makin tahu banyak hal, maka makin

membuat orang takut mencoba. Sehingga teman saya yang seorang akuntan,

dan ingin berwirausaha, ia akan selalu menghitung feasibility-nya dan tidak

pernah memulai usahanya. Sementara, peluang yang sama telah direbut

orang lain.

Saya tidak menyarankan untuk tidak menghitung rencana usaha Anda.

Tetapi, keberanian untuk memulai nampaknya harus didahulukan. Ada teman CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

47

saya yang ingin membuka usaha retail atau warung kelontong. Yang dia

hitung dan bayangkan, adalah akan membutuhkan modal yang banyak,

tempat yang bagus, dan bayangan yang serba menakutkan.

Dan, pada saat bertemu dengan saya, dia saya sarankan membuka retail-nya

dulu, baru berpikir kemudian. Ternyata betul juga, begitu retail-nya dibuka,

banyak orang yang menitipkan barang (konsinyasi), dimana sebelumnya hal

tersebutak pernah dipikirkan. Kemudian ada petugas bank yang menawarkan

pinjaman uang untuk meningkatkan modal. Dan,banyak kesempatan yang

datang silih berganti, yang tidak pernah diduga sebelumnya.

Keberanian seorang entrepreneur untuk berwirausaha itu sama dengan

keberanian menghadapi risiko. Kalau dengan negative thinking, risiko sama

dengan bahaya. Tetapi kalau dengan positive thinking, maka risiko itu sama

dengan rejeki.

Resiko kecil yang didapat pun kecil. Contohnya, seorang tukang cuci piring,

risikonya hanya memecahkan piring, maka penghasilannya pun kecil. Yang

berisiko besar, penghasilannya pun akan besar. Sehingga, seberapa besar

rejeki yang diinginkan, sama dengan seberapa besar Anda berani mengambil

risiko.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

48

GAYA KEPEMIMPINAN

Memanfaatkan Otak Orang Lain

“Menjadi orang nomor satu di perusahaan kita sendiri, itu

sangat bisa. Tapi tidak bisa semua kegiatan bisnis, kita

jalankan sendiri”.

Mensyukuri apa yang kita peroleh dari hasil bisnis, walau tak sebesar seperti

yang kita harapkan semula, saya kira, itu penting. Setidaknya, ini merupakan

langkah kita pertama menjadi entrepreneur yang bijak. Namun, tentunya kita

tetap memiliki kemauan untuk mengembangkan bisnis kita seoptimal

mungkin. Sehingga, hasil yang kita peroleh juga akan bisa lebih maksimal,

meskipun persaingan di dunia bisnis makin kompleks.

Untuk mewujudkannya, kita mungkin tak hanya cukup memanfaatkan otak

kita sendiri, tapi ada baiknya juga memanfaatkan otak orang lain. Sebab, kita

harus menyadari benar, bahwa setelah bisnis yang kita rasakan berkembang

cukup pesat, dan kita menjadi orang nomor satu di perusahaan yang kita

dirikan, tentu saja tak bisa semua kegiatan bisnis bisa kita jalankan dengan

otak kita sendiri.

Maka, sudah sewajarnya kalau kita memanfaatkan otak orang lain, yang oleh

Williams E. Heinecke, penulis buku “The Entrepreneur 21 Golden dan

Rules for the Global Business Manager”, disebut “Work with other people’s

brain”.

Menurut, entrepreneur terkemuka yang sukses mengembangkan bisnis Pizza

Hut, seorang entrepreneur yang bersedia bekerja dengan memanfaatkan

otak orang lain, sesungguhnya adalah entrepreneur sejati.

Saya sendiri juga merasakan, bahwa memanfaatkan otak orang lain dalam

bisnis. Khususnya di era milenium ketiga ini, merupakan yang sangat penting.

Acapkali itu lebih baik ketimbang harus semuanya kita jalankan sendiri.

Katakanlah, kita akan mudah menangkap peluang bisnis deengan bantuan

otak orang lain. Karena itu, jangan apa-apa dikerjakan sendiri. Akibatnya, CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

49

kita bisa jadi pemurung, kebanyakan kerja, dan sulit bagi kita bisa menikmati

penghidupan yang layak sebagai seorang entrepreneur.

Yakinlah, jika kita berhasil memanfaatkan otak orang lain dengan baik,

sebenarnya juga sebagai upaya positif kita menghindarkan sikap keras kepala

kita sendiri. Dan, itu akan lebih mudah membuat kita mau mendengarkan

dengan hati terbuka apa yang dikatakan orang lain. Pada akhirnya, sikap ini

pulalah yang akan menciptakan hubungan kerja harmonis.

Maka, kita sebagai entrepreneur yang memiliki perusahaan, alangkah

bijaknya kalau kita juga jangan mudah “alergi” dengan apa yang dikatakan

orang lain.

Selain itu, jika kita bisa memanfaatkan otak orang lain dengan baik,

sesungguhnya juga kemajuan yang positif bagi bisnis kita sendiri. Bahwa, kita

pun ternyata mampu mengangkat diri kita sebagai pemimpin perusahaan

yang benar-benar memiliki kemampuan profesional dan kecerdasan disaat ini

maupun di masa mendatang.

Dan, perlu diingat bahwa memanfaatkan otak orang lain, itu bukan

merupakankelemahan kita sebagai entrepreneur. Tapi sebaliknya, hal itu

justru menunjukan, bahwa kita benar-benar telah memiliki intelektualitas,

kecerdasan emosional, kecintaan pada diri kita sendiri, maupun perusahaan.

Boss Bukan Pemimpin

Menjadi entrepreneur leader itu lebih baik dari pada jadi boss.

Panggilan boss itu memang sudah biasa di dalam dunia usaha walaupun

mungkinmaksudnya untuk menghormati. Namun, sebetulnya panggilan boss

itu terkesan ada maunya, ada pamrihnya. Saya sendiri tidak bangga dengan

panggilan itu. Risih rasanya. Saya tidak ingin jadi boss. Saya ingin menjadi

entrepreneur leader, seorang entrepreneur yang juga seorang pemimpin.

Dalam hal ini, John C. Maxwell, yang banyak menyoroti perbedaan antara

boss dan pemimpin mengatakan, seorang pemimpin lebih punya itikad baik,

lebih bijak, baik dalam sikap dan tingkah lakunya.

Dia lebih bisa melatih atau mendidik pengikutnya. Dia juga bisa sebagai

teladan bagi pengikutnya. Katakanlah, seorang karyawan yang baru CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

50

masuk di perusahaannya dan langsung mentoring pada seorang pemimpin

menjadi cepat berkembang, karena pemimpin mampu menimbulkan rasa

antusiasme pada karyawannya.

Tetapi lain halnya, dengan seorang boss. Boss lebih mirip dengan juragan.

Seorang boss itu lebih banyak maunya sendiri, egoismenya tinggi, dan sikap

atau tingkah lakunya lebih terkesan menggiring pekerjanya dan kerap

menimbulkan rasa takut pada anak buahnya.

Karena sikap itu menyangkut pola rasa dan pola pikir, sehingga pengaruh

sikap boss semacam itu, menurut seorang pakar kepribadian, Dale E.

Galloway, akan dapat membuat anak buahnya menjadi gelisah, menderita,

melukai hati, dan bahkan bisa mendatangkan musuh.

Seorang boss juga lebih tergantung pada wewenang, terutama wewenang

struktural. Kalau tidak memiliki lagi wewenang, maka pengaruhnya tidak ada.

Bahkan orang lain tidak lagi respek pada dia, manakala sudah tidak menjadi

boss lagi.

Itulah memang konsekuensinya kalau seseorang lebih menggunakan

wewenang struktural. Jadi orang lebih terpengaruh pada boss yang punya

wewenang tersebut, dan bukan pada hubungan moral seperti yang lebih baik

dilakukan seorang pemimpin.

Dan, saya kerap melihat, bahwa seorang boss cenderung suka menyalahkan

anak buahnya, karena dia memang lebih suka menetapkan kesalahan tanpa

menunjukan jalan keluar, dan boss itu tahu bagaimana itu dilakukan.

Tapi lain halnya dengan seorang pemimpin, dia lebih suka memperbaiki

kemacetan yang dilakukan bawahannya atau pengikutnya dan bisa

menunjukan cara mengatasinya.

Boss juga lebih mengatakan “Aku”, sementara pemimpin lebih suka

mengatakan “Kita”. Perbedaannya tak hanya itu. Boss juga lebih suka

mengatakan “Jalan!”, jadi lebih bersikap otoriter. Sangat berbeda dengan

cara pemimpin dalam menggerakan karyawannya lebih bersikap egaliter,

maka tak mengherankan lebih cenderung mengatakan “Mari kita jalan!”.

Oleh karena itulah, dalam mengembangkan bisnis kita dan dalam

menghadapi persaingan bisnis yang semakin keras saat sekarang ini, saya

kira memang dibutuhkan entrepreneur-entrepreneur leader.

CARA GILA JADI PENGUSAHA

_________________________________________________________________

Purdi E. Chandra

51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar